Nah Lho… Ternyata Bukan RIBA

Dikutip dari akun facebook AHMAD HUSEN 
*Nah Lho, Ternyata Bukan RIBA*
Pertanyaan yg sering muncul di Masyarakat
1. Apakah setiap Tambahan itu Riba ?
2. Apakah keuntungan 100% itu Riba ?
3. Apakah Bagi Hasil itu Riba ?
Jawaban nya : Bukan RIBA..
Nah Lho., Petir disiang bolong..
Bagi penyembah Hawa Nafsu…
Astaghfirullah, tobat..
Ya Ikhwafillah …
Riba itu diharamkan oleh Allah dalam surat Al Baqarah 275
‎ ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Makanya kita harus hati hati dalam menetapkan hukum..
Lihat yg menetapkannya ada dasarnya nggak, bukan dengan hawa nafsu, dan mengatakan ini Riba ini bukan riba.. Na’am
Terus, mana dalilnya kla jawaban No.1 bukan Riba ?
Ooh ya ya.. siap…afwan., ini dalilnya :
Jika tambahan bukan prasyarat awal, hanya kerelaan dari pihak peminjam saat mengembalikan utang, tidaklah masalah.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Raafi’ bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminjam dari seseorang unta yang masih kecil. Lalu ada unta zakat yang diajukan sebagai ganti.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menyuruh Abu Raafi’ untuk mengganti unta muda yang tadi dipinjam.
Abu Raafi’ menjawab, “Tidak ada unta sebagai gantian kecuali unta yang terbaik (yang umurnya lebih baik, ).”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menjawab,
‎أَعْطُوهُ فَإِنَّ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ أَحْسَنَهُمْ قَضَاءً
“Berikan saja unta terbaik tersebut padanya. Ingatlah sebaik-baik orang adalah yang baik dalam melunasi utangnya.” (HR. Bukhari no. 2392 dan Muslim no. 1600).
Dari hadits di atas para ulama mengatakan bahwa sah-sah saja untuk berutang karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas melakukannya.
Namun berutang hendaklah di saat butuh saja karena berbagai dalil menunjukkan akan bahayanya berutang. Baiknya memang tidak bermudah-mudahan dalam berutang, apalagi dalam perkara yang sebenarnya ketika kita tidak punya pun, tidak masalah. Akan tetapi demikianlah, sebagian orang ada yang terlalu memaksakan diri untuk memenuhi kebutuhan semacam itu sampai-sampai selalu menempuh jalan untuk berutang.
Dalil di atas juga menunjukkan bahwa boleh menunaikan utang lalu mengganti dengan sesuatu yang lebih baik.
Mengganti di sini bisa jadi dari sisi sifatnya, bisa jadi pula dari sisi jumlah.
Kalau yang disebutkan dalam hadits adalah dari sisi sifat, artinya unta yang diganti adalah dengan unta yang lebih baik. Bisa juga diganti dengan jumlah yang lebih banyak.
Misalnya, ada yang meminjam 1 kg beras, kemudian diganti 2 kg. Itu sah-sah saja. Karena yang bisa kita pahami adalah makna umum, yaitu bisa mengganti utang dengan sesuatu yang lebih baik, di situ bisa dipandang dari sisi jumlah ataupun sifat. Kita bukanlah berpatokan pada kisah atau sebab yang disebutkan dalam hadits. Namun makna umumnya yang diambil. Kaedah yang biasa disebutkan oleh para ulama,
‎أَنَّ العِبْرَةَ بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ لاَ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ
“Yang jadikan ibrah (pelajaran) adalah umumnya lafazhnya, bukan khususnya sebab.”
Catatan penting yang perlu diperhatikan, dibolehkan adanya tambahan dalam pengembalian utang selama bukan prasyarat di awal . Na’am
Nah, kla jawaban No.2, mana dalilnya..,
Baik .. ini dalilnya…
Usahakan untuk halal haram apalagi dikatakan Riba, harus ada dalil dari Al Qur’an wa Sunnah bukan katanya …Na’am
‎عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي لَهُ بِهِ شَاةً فَاشْتَرَى لَهُ بِهِ شَاتَيْنِ فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجَاءَهُ بِدِينَارٍ وَشَاةٍ فَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فِي بَيْعِهِ وَكَانَ لَوْ اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فِيهِ
Dari Urwah al Bariqi Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya satu dinar uang untuk membeli seekor kambing. Dengan uang satu dinar tersebut, dia membeli dua ekor kambing dan kemudian menjual kembali seekor kambing seharga satu dinar. Selanjutnya dia datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. (Melihat hal ini) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keberkahan pada perniagaan sahabat Urwah, sehingga seandainya ia membeli debu, niscaya ia mendapatkan laba darinya. [HR. Bukhâri, no. 3443]
Pada kisah ini, sahabat Urwah Radhiyallahu anhu dengan modal satu dinar, ia mendapatkan untung satu dinar atau 100 %. Pengambilan untung sebesar 100% ini mendapat restu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan bukan hanya merestui, bahkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a agar perniagaan sahabat Urwah Radhiyallahu anhu senantiasa diberkahi. Sehingga sejak itu, beliau Radhiyallahu anhu semakin lihai berniaga.
Ini dalam hitungan hari lho bisa untung 100%, wajar kan ketika kita membeli dengan cara tunda untungnya penjual bisa 200% ataupun 300%, intinya harga jual itu harus ada kata sepakat, suka sama suka, na’am
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar
Sssttt, jangan lihat kanan kiri depan belakang
atas bawah, hayya bina !!!
Makanya ngaji biar nggak dikit dikit katanya.. astaghfirullah..tobat..
Gimana ??? Siap nggak ???
Na’am, Terus terus yang No. 3, jangan antum lupa.. Na’am
Nih.. untuk yang No.3.. perhatiin jangan lupa ya
.. hafalin,,dan amalkan..karena bukan RIBA ( Rayuan Iblis Berujung Azab ) ini beneran lho ngajak ke surga dunia dan akhirat, Na’am
Bagi Hasil : Berkah Allah Ganjaran Ilahi
Harapan Anda Selalu Ingin Lebih
Karena diperoleh dari Nisbah, yakni porsi untuk menghitung bila usahanya untung dan diperjanjikannya diawal dengan kesepakatan.
Nisbah : Nilai Investasi Syariah Berkah Allah Hasilnya
Karena Syariah itu adalah
*Syariat Yang Allah Ridho Itulah AlQur’an Hadits*
Ini lho syariatnya :
*Kalau mau dapat keuntungan, pemilik modal juga harus siap rugi.*
*Untung dibagi sesuai Nisbah yg diperjanjikan dan bila terjadi kerugian dibagi sesuai porsi modal yang ditempatkan.*
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar
Alhamdulillah. Allah sudah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya permasalahan ekonomi, baik skala mikro (kecil) ataupun skala makro (besar).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
‎وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Nahl: 89)
Allah subhanahu wa ta’ala juga mengatur
seluruh permasalahan yang berhubungan dengan pengembangan usaha bisnis, investasi dan pembagian keuntungan, sehingga umat ini bisa menjalankan usahanya tanpa harus berkecimpung dalam riba dan dosa.
Di antara produk Islam di dalam bidang ekonomi adalah Al-Mudharabah (bagi hasil). Al-Mudharabah ini bisa menjadi salah satu solusi untuk bisnis skala kecil maupun besar, terlebih lagi untuk orang-orang yang:
1. Punya skill (kemampuan) dan pengalaman tetapi tidak punya modal.
2. Punya modal yang uangnya ‘menganggur’ di bank konvensional ( ribawi ) karena tidak memiliki skill (kemampuan) dan pengalaman namun menginginkan keuntungan atau tambahan dari modalnya
3. Orang yang tidak punya kedua hal di atas, tetapi bisa diajak bekerja dan bekerjasama.
Ketiga kekuatan ini apabila digabungkan, In Syaa Allah akan menjadi kekuatan yang besar untuk ‘mendongkrak’ perekonomian Islam.
Di zaman nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal ini sudah biasa dikenal. Di dalam fiqh, bagi hasil disebut Al-Mudharabah atau Al-Muqaradhah. Hal ini diperbolehkan dan disyariatkan.
Di antara dalilnya adalah sebuah atsar dari Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu:
‎عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ أَنَّهُ كَانَ يَدْفَعُ الْمَالَ مُقَارَضَةً إِلَى الرَّجُلِ وَيَشْتَرِطُ عَلَيْهِ أَنْ لاَ يَمُرَّ بِهِ بَطْنَ وَادٍ وَلاَ يَبْتَاعُ بِهِ حَيَوَانًا وَلاَ يَحْمِلَهُ فِى بَحْرٍ فَإِنْ فَعَلَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَقَدْ ضَمِنَ ذَلِكَ الْمَالَ قَالَ فَإِذَا تَعَدَّى أَمْرَهُ ضَمَّنَهُ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ.
“Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, dulu beliau menyerahkan harta untuk diusahakan sampai ajal tertentu. Beliau memberi syarat pada usahanya agar jangan melewati dasar wadi (sungai kering), jangan membeli hewan dan jangan dibawa di atas laut. Apabila pengusahanya melakukan satu dari ketiga hal tersebut, maka pengusaha tersebut wajib menjamin harta tersebut.
Apabila pengusahanya menyerahkan kepada yang lain, maka dia menjamin orang yang mengerjakannya.”[1HR Ad-Daruquthni dalam Sunananya no. 3033 dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra VI/111 no. 11944. Syaikh Al-Albani men-shahih-kannya dalam Al-Irwa’ no. 1472.]
Bagaimana sebenarnya aturan Al-Mudharabah dalam Islam? Apa saja persyaratan yang harus terpenuhi agar Al-Mudharabah tidak terjatuh kepada perbuatan riba dan dosa?
Al-Mudharabah (bagi hasil) memiliki lima unsur penting (rukun), yaitu:
1. Al-Mudhaarib (pemilik modal/investor) dan Al-‘Amil (pengusaha bisnis)
2. Shighatul-aqd (yaitu ucapan ijab dan qabul/serah terima dari investor ke pengusaha)
3. Ra’sul-maal (modal)
4. Al-‘Amal (pekerjaan)
5. Ar-Ribh (keuntungan)
Di dalam Al-Mudharabah, Al-Mudhaarib (investor) menyerahkan ra’sul-maal (modal) kepada Al-‘Amil (pengusaha) untuk berusaha, kemudian keuntungan dibagikan kepada investor dan pengusaha dengan prosentase (nisbah) yang dihitung dari keuntungan bersih (ar-ribh).
Di dalam Al-Mudharabah kedua belah pihak selain berpotensi untuk untung, maka kedua belah pihak berpotensi untuk rugi. Jika terjadi kerugian, maka investor kehilangan/berkurang modalnya, dan untuk pengusaha tidak mendapatkan apa-apa.
Apabila terjadi kerugian, maka investor tidak boleh menuntut pengusaha apabila pengusaha telah benar-benar bekerja sesuai kesepakatan dan aturan, jujur dan amanah.
Investor bisa menuntut pengusaha apabila ternyata pengusaha:
* Tafrith (menyepelekan bisnisnya dan tidak bekerja semestinya), seperti: bermalas-malasan, menggunakan modal tidak sesuai yang disepakati bersama.
* Ta’addi (menggunakan harta di luar kebutuhan usaha), seperti: modal usaha dipakai untuk membangun rumah, untuk menikah dll.
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar..,
Ya Ikhwafillah !!!
Syariat Islam memudahkan urusan kita didunia ini untuk mendapatkan kenikmatan nantinya diakhirat makanya kita sesibuk apapun luangkan waktu untuk hadir di majlis majlis ta’lim yg membahas tentang harta yg kita peroleh halal atau haram..
Silakan hadir di Mesjid Nurul Iman Blok M Sequare setiap bulan minggu ke 3, bersama Ust.Dr. Erwandi Tarmizi, MA ( Penulis buku Harta Haram Muamalat Kontemporer )
Alhamdulillah hari ini dapat lagi pencerahan, membayar lebih hutang kita kepada Saudara kita yg membantu, Menjual barang dagangan dengan keuntungan 100% dan Investasi yg mendapatkan Bagi Hasil ternyata BUKAN RIBA
Subhanallah, Alhamdulillah, Lailahaillah Allahu Akbar
Semoga hari ini menjadikan diri ini makin baik dan terus belajar agama Allah ini dan tetap istiqomah untuk menjalankannya walaupun banyak rintangan dan tantangan bagi pengikut hawa nafsu yg masih terus berteman dengan Iblis atau setan, padahal Allah telah mengingatkan jadikan Iblis atau setan itu musuh yang nyata bagimu.
Lihat untuk diri kita yg masih berteman dengan Iblis atau setan yaitu punya karakter :
1. Tidak akan mau menerima kebenaran dari Al Qur’an wa Sunnah yg dipahami oleh para Sahabat.
2. Merendahkan ataupun menghina orang orang yg menjalankan perintah Allah dan RasulNya
3. Bangga terhadap maksiat kepada Allah dan RasulNya yg mereka lakukan
4. Memusuhi orang orang yg ingin mendekat kepada Allah dan RasulNya karena tidak satu kelompok dengannya
Astaghfirullah, tobat..
Semoga kita dimudahkan Allah untuk saling tolong menolong dalam kebenaran dan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan mengikuti Sunnah dari Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam.
Semoga saat ini kita sudah nggak malu malu lagi untuk mengumandangkan perang terhadap RIBA dan siap menyampaikan dengan lisan lisan kita bahwa Perbankan Konvensional itu adalah RIBAWI dan kita sebagai kaum muslimin yang takut azab Allah akan memberitahu kepada masyarakat luas untuk mengucapkan :
*Selamat Tinggal Bank Konvensional*
Saatnya kita mengambil posisi untuk membela agama Allah dengan segera berhijrah :
*Ayo Ke Bank Syariah*
Dengan harapan azab Allah dengan sendirinya akan berkurang ataupun ditariknya sama sekali bila kita telah yakinkan bahwa Zina dan Riba itu betul betul HARAM yg selama ini kita anggap Halal sehingga menyebar disetiap rumah rumah kita kaum muslimin, Astaghfirullah , tobat..
Kita lihat hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berikut ini :
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
In Syaa Allah Hidup Berkah Tanpa Riba..
Yuuk Ngaji.,
siapkan waktu kita untuk Belajar Agama Allah agar tidak tersesat dunia dan akhirat.
Jadikan dunia wasilah kita untuk menuju Jannah bukan yg memudahkan kita menuju Neraka, Na’am.
Semoga pencerahan hari ini bisa memberikan secercah harapan untuk kita kembali ke Jalan yg haq dan mencari tau terus tentang mudahnya Dienul Islam bukan menduga duga saja yg selama ini kita lakukan..
Semoga kita semua yg membaca tulisan ini dapat hidayah taufiq dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan menjadi pembela pembela agama Allah dimanapun antum berada dan berharap ketika dipanggil Allah dalam husnul khotimah selanjutnya diakhirat ditempatkan dengan rahmat Allah di Jannah, aamiin.
Akhirnya penulis tetap istiqomah untuk terus menyampaikan, mengingatkan, mengajak dan mendakwahkan :
*STBK – AKBS – IHBTR*
*PT AMRI AMDK ALJAMBI – BNIS*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *