Daripada bahas banjir air, mending cerita tentang banjir rejeki bareng Rumah Pemberdayaan Masyarakat (RPM) Institute…(tulisannya panjang, yang nggak suka baca skip aja..hehe)
Kemarin adalah kelas terakhir kami, yaitu public speaking dan laporan keuangan, yang di barengi oleh program Pengabdian masyarakat Universitas Pamulang, Tangerang Selatan.
Dan mengapa ku bilang akan bercerita tentang banjir rejeki?
Rejeki bukan sekadar uang, seperti apa yang nanti akan kami dapatkan jika berhasil presentasi di depan investor serta donatur dua pekan lagi. Di acara tersebut, kami menerapkan ilmu-ilmu keren dari para coach dan trainer yang tidak pelit ilmu. Belum lagi dengan networking yang terbina antara sesama peserta latihan, yang makin lama makin habis karena seleksi ketat lewat dua assesment sebelumnya. Bukankah itu rejeki namanya?
Dengan ilmu yang diberikan “tak kira-kira”, harusnya scale up bukan sekadar jargon. Sampai aku pun berusaha “nothing to lose” untuk tak terlalu berharap dana hibah atau dana investasi yang diberikan.
Aku berada di angkatan 3, yang jika di lihat secara umum, masih perlu banyak dilakukan pembenahan terhadap pengaturan jadwal serta kelas-kelas yang kerap berubah tempat. Namun, semua itu terbayar bukan karena ini program gratis, tapi karena ilmu bisnisnya bukan ilmu sekadarnya seperti di tempat lain yang berkaitan tentang scale up UMKM.
Pak Husen sang CEO cukup gesit untuk terus melakukan evaluasi serta pengembangan jaringan dan lain-lainnya.
Materi “kelas berat” turun sejak pertama kelas di buka dan semua coach dan trainer adalah pengusaha muda berhasil dengan omset milyaran.
Ketika belajar ilmu branding, materinya pun “gila-gilaan”, di bawakan oleh coach Raja yang murid dari pakar branding Indonesia, Pak Biakto. Semua materi setelahnya pun sangat bagus. Kami di ajarkan membuat Business Model Canvas, optimasi youtube dan instagram, ilmu dagang islam, optimasi whatsApp business, public speaking dan pengawalan ketat pencatatan keuangan.
Di Jakarta yang kuketahui pasti dalam program yang sekarang bernama Jakprenuer, laporan keuangan hanya di ajarkan penggunaannya. Akses permodalan pun banyak terhenti karena banyak hal yang membuat UMKM tak lanjut. Tapi yang terjelas adalah lemahnya kontroling terhadap laporan keuangan.
Di RPM ini, kami kembali tersadarkan pentingnya bukan sekadar mencatat. Tapi bisa lebih dari itu. Pengusaha UMKM di tuntut bukan hanya mencatat namun juga mengontrol cash flow nya lewat aplikasi akuntansi Si Apik.
Stresing ketat laporan keuangan mulai dari assesment pertama hingga nanti terakhir dua pekan lagi. Membuat kami paham bahwa pencatatan keuangan itu mudah. Susahnya adalah ketika kami sedang tidak memiliki keuangan yang baik tentunya..😀
Semua ilmu itu sudah mulai kuterapkan bahkan untuk usahaku selain dari Bir Pletok yang di daftarkan scale up, yaitu newbie Film Centre, dan terbukti efektif. Sementara, daripada menunggu mendapatkan dananya, lebih baik memang ilmunya segera kuterapkan. Begitupun jika gagal mendapatkan dana, ilmu yang diberikan masih bisa di pelajari ulang bersama dengan mengevaluasi kegagalannya untuk mendapatkan dana di tempat lain.
Alhamdulillah… Terima kasih Rumah Pemberdayaan Masyarakat (RPM) Institute..
Oleh: Dimas Jayadinekat