Covert Selling, pentingkah?

Secara sederhana Covert selling adalah sebuah metode berjualan tapi gak ketahuan sedang jualan. Metode ini hadir untuk menjadi pilihan lain dari gaya berjualan kita yang biasanya brutal, hantam kromo, kalo di mall, tangan kita sampai ditarik-tarik, dan banyak lagi contoh lainnya, yang notabene malah membuat orang antipati kepada kita bukannya jatuh hati.

Nah terus sejatinya covert selling itu apaan sih? Covert selling itu adalah salah satu cara dari konsep besar yang disebut Inbound marketing, The art of getting found. Strategi ini dipakai oleh Amazon, sehingga pada tahun 2018 kemarin Jeff Bezos pendiri Amazon dinobatkan sebagai orang terkaya No. 1 di dunia, mengalahkan Bill gates, Warren Bufet dan lain-lain.

Jadi cuma salah satu aja. Ada yang lebih penting dari itu yaitu mengenali persona target market kita (buyer persona).

Temukan mereka sampai benar-benar klik, ada bahasannya di PMF Product Market Fit. Bener-bener target yang spesifik.

Telusuri buyer’s journey target kita. Tidak berhenti sampai closing, bahkan sampai bagaimana mereka mau mempromosikan produk/jasa kita.

Dulu, buyer’s journey dikenal dengan nama Sales Funnel, tapi ada revisi, karena sales funnel ini dianggap cuma menjadikan target kita sebagai ATM pebisnis, udah beli, selesai, gak ada sentuhan emosional, lalu cari lagi buat funnel, sampai closing, the end.

Update dari konsep Sales funnel adalah Flying Wheel, ini yang dipakai Amazon dalam menjaga konsumennya agar menjadi promotor bagi bisnis amazon, bukan sekedar konsumen, tapi marketing bagi bisnis kita, mereka dengan rela dan dengan kemauan sendiri mau mempromosikan amazon kemana-mana. Asyik kan kalau bisnis kita sudah seperti itu, bisa-bisa pegawai marketing kita nganggur dong ya…….

Dari ulasan singkat ini, kita jadi tahu bahwa covert selling hanya satu bagian dari strategi marketing secara keseluruhan. Yang lebih penting diawal adalah mengetahui buyer persona bisnis kita, maka terus digali, diriset, di tes lalu di validasi, hingga kita mendapatkan data target market kita yang sesungguhnya. Tidak mudah, tapi harus kita lakukan, agar omzet meroket, profitpun pecah.

Dengan semakin besarnya pemahaman kita terhadap konsumen kita, maka kita akan tahu kapan saatnya kita bercovert selling dan kapan saatnya to the point kepada konsumen. Untuk konsumen yang sudah mengenal kita dengan baik, sudah klik dan sehati, buat apa bercovert selling, malah nantinya si konsumen akan komentar: mbak, sehat?…..

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *